Winnie The Pooh Glitter

Jumat, 13 April 2012

Jurnal Parpol dan Sistem Kepartaian

PARTAI POLITIK DAN SISTEM KEPARTAIAN

Nita warih handayani
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Ahmad Dahlan
Email:Warih_nitha@yahoo.com

ABSTRAK
Partai politik adalah merupakan salah satu saja dari bentuk pelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis dengan banyak partai politik, aneka ragam aspirasi dan kepentingan politik yang saling berkompetisi dalam masyarakat untuk menyalurkan aspirasi konstituen sehingga sehingga ragam kepentingan dalam masyarakat dapat ditampung dan diakomodasikan seluas mungkin.
Kata kunci: Parpol,Dinamika Parpol,Sistem Kepartaian

ABSTRACT
A political party is just one of the forms of institutionalization as a form of expression of ideas,thoughts,views and belief freely in a democratic society with many political parties,a variety of aspirations and competing political interest in society to the aspirations of the constituents that so that the various interest in society can be accommodated and accommodated as possible.
Keywords: Political Parties, Political Dynamics, Political parties System




A.PENDAHULUAN
Keberadaan partai politik di dalam suatu negara (sistem politik),tidak dipungkiri lagi memiliki peranan yang cukup penting.baik di negara yang di kuasai rezim non demokratis maupun demokratis,peranan partai politik diakui,minimal dengan keberadaanya secara fisik.Bagi sebagian besar kalangan,kenberadaan partai politik dikatakan sebagai salah satu indikator berjalannya sistem politik yang mengakui keberadaan  rakyat dalam penyelengaraan kekuasaan negara.hal ini tidak terlepas dari beberapa fungsi yang dijalankan partai politik sabagai representasi rakyat dalam proses politik (pembuatan kebijakan negara),meskipun bukan satu-satunya fungsi.Alasan-alasan tersebut,menjadikan kajian partai politik seperti tidak  pernah usang dalam studi-studi ilmu politik.

 B.PERMASALAHAN
Merupakan hal yang lumrah dalam sistem demokrasi dengan banyak partai politik, aneka ragam aspirasi dan kepentingan politik yang saling berkompetisi dalam masyarakat memerlukan penyalurannya yang tepat melalui pelembagaan partai politik. Semakin besar dukungan yang dapat dimobilisasikan oleh dan disalurkan aspirasinya melalui suatu partai politik, semakin besar pula potensi partai politik itu untuk disebut telah terlembagakan secara tepat.Untuk menjamin kemampuannya dalam menyalurkan aspirasi konstituen itu, struktur organisasi partai politik yang bersangkutan haruslah disusun sedemikian rupa, sehingga ragam kepentingan dalam masyarakat dapat ditampung dan diakomodasikan seluas    mungkin.
Karena itu, struktur internal partai politik penting untuk disusun secara tepat. Di satu pihak ia harus sesuai dengan kebutuhan untuk mobilisasi dukungan dan penyaluran aspirasi konstituen. Di pihak lain, struktur organisasi partai politik juga harus disesuaikan dengan format organisasi pemerintahan yang diidealkan menurut visi partai politik yang dimintakan kepada konstituen untuk memberikan dukungan mereka. Semakin cocok struktur internal organisasi partai itu dengan kebutuhan, makin tinggi pula derajat pelembagaan organisasi yang bersangkutan.

C.PEMBAHASAN
1.    Konsep Partai Politik
Dalam perkembangan studinya,defenisi konsep partai politik mengalami perubahan dalam setiap jaman,sehingga tidak ada defenisi tunggal yang bisa diterima secara universal di seluruh dunia tentang konsep partai politik.tetapi secara prinsipil,defenisi partai politik seperti dikatakan joseph schumpeter memiliki kesamaan dalam hal tujuan umum yaitu “the first and foremost aim of each political party is to prevail over the others to get into power or stay in it” (Alan R.ball, 1971:79) bisa diketahui bahwa secara prinsipil setiap defenisi partai politik akan ditemukan kekuasaan sebagai tujuan umum yang dimiliki oleh setia partai politik dimanapun,ketika melalukan barbagai aktivitasnya baik secara formal maupun informal.Menurut leon D Epstein partai politik adalah ”setiap kelompok-kelompok,meskipun terorganisasi secara sederhana,yang bertujuan untuk mendapatkan jabatan publik dalam pemerintahaan,dengan identitas-identitas tertentu” (Micheal G.Roskin, 1995:202)
Setiap organisasi terkategori sebagai partai politik bila:
•    Terwujud dalam kumpulan orang-orang yang memiliki identitas,bisa berupa nama,bendera,dan yang terpenting ideologi yang menjadi dasar nilai bagi pedoman dan aktifitas partai politik.
•    Ketika sekelompok orang-orang bergabung tentunya bukan sekedar kumpulan biasa,tetapi sebagai kelompok yang terorganisasi.
•    Keberadaan partai politik diakui memiliki hak oleh sebagian besar masyarakat untuk menorganisasikan dirinya,sekaligus mengembangkan dirinya dengan berbagai aktifitas.
•    Partai politik berupaya mengembangkan aktivitas-aktivitas melalui mekanisme kerja yang  mencerminkan pilihan rakyat.
•    Aktivitas inti dari partai politik adalah melakukan seleksi bagi rakyat,baik dari kalangan partai politik maupun di luar partai politik,yang dipilih sebagai kandidat,untuk menduduki jabatan-jabatan publik dalam pemerintahan.

Lima kriteria fundamental partai politik dari ranney,bukan satu-satunya indikator bagi kita untuk menilai organisasi dikatakan sebagai partai politik,atau konsep partai politik yang bisa berlaku di semua sistem politik.hal ini tidak dimungkinkan karena konteks keberadaan partai politik versi ranney berada dalam satu iklim implementasi ideologi yang mengakaui kekuatan rakyat atau tidak absolut dan otoriter,artinya rezim yang berkuasa adalah rezim demokratis,yang mencerminkan dan pilihan rakyat.sementara itu tidak semua negara memiliki ideologi dan sistem pemerintahan yang sama.agar konsep ini menjadi lebih fkeksibel,maka partai politik bisa didefinisikan sebagai sekelompok warganegara yang terorganisasi atau tertentu,yang dalam satu organisasi yang memiliki identitas ideologi tertentu,yang dalam setiap aktivitasnya selalu sederhana dan bisa digunakan untuk megidentifikasikan keberadaan partai politik.

2.    DINAMIKA PARTAI POLITIK DI INDONESIA
Sistem kepartaian yang baik sangat menentukan bekerjanya sistem ketatanegaraan berdasarkan prinsip “checks and balances” dalam arti yang luas. Sebaliknya, efektif bekerjanya fungsi-fungsi kelembagaan negara itu sesuai prinsip “checks and balances” berdasarkan konstitusi juga sangat menentukan kualitas sistem kepartaian dan mekanisme demokrasi yang dikembangkan di suatu negara. Semua ini tentu berkaitan erat dengan dinamika pertumbuhan tradisi dan kultur berpikir bebas dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi berpikir atau kebebasan berpikir itu pada gilirannya mempengaruhi tumbuh-berkembangnya prinsip-prinsip kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam dinamika kehidupan masyarakat demokratis yang bersangkutan.Partai politik adalah merupakan salah satu saja dari bentuk pelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis. Di samping partai politik, bentuk ekspresi lainnya terjelma juga dalam wujud kebebasan pers, kebebasan berkumpul, ataupun kebebasan berserikat melalui organisasi-organisasi non-partai politik seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi-organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi non pemerintah (NGO’s), dan lain sebagainya.Partai politik merupakan representation of ideas atau mencerminkan suatu preskripsi tentang negara dan masyarakat yang dicita-citakan dan karena itu hendak diperjuangkan. Ideologi, platform partai atau visi dan misi seperti inilah yang menjadi motivasi dan pengerak utama kegiatan partaim politik.Partai politik juga merupakan pengorganisasian warga negara yang menjadi anggotanya untuk bersama-sama memperjuangkan dan mewujudkan negara dan masyarakat yang dicita-citakan tersebut. Karena itu, partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga negara dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan dalam penentuan siapa yang menjadi penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara di pusat dan daerah. Berdasarkan prinsip bahwa keanggotaan partai politik terbuka bagi semua warga negara, sehingga para anggotanya berasal dari berbagai unsur bangsa, maka partai politik dapat pula menjadi sarana integrasi nasional.Apabila partai politik ingin berperan sebagai pihak yang dapat menyelesaikan konflik dalam masyarakat ataupun peserta konflik yang fair dalam pemilihan umum dan di dalam lembaga legislatif, maka partai politik seyogianya mampu berperan sebagai lembaga konflik, yaitu mengatur dan menyelesaikan konflik secara internal melalui aturan main yang disepakati bersama dalam AD/ART(anggaran dasar/anggaran rumah tangga). Aturan main seperti inilah yang nanti saya sebut sebagai demokrasi prosedural.
Partai politik lah yang bertindak sebagai perantara dalam proses-proses pengambulan keputusan bernegara, yang menghubungkan antara warga negara dengan institusi-institusi kenegaraan. Menurut Robert Michels dalam bukunya, “Political Parties, A Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy”, “... organisasi ... merupakan satu-satunya sarana ekonomi atau politik untuk membentuk kemauan kolektif.Berorganisasi itu merupakan prasyarat mutlak dan hakiki bagi setiap perjuangan politik. Dengan begitu, harus diakui pula bahwa peranan organisasi partai sangat penting dalam rangka dinamika pelembagaan demokrasi. Dengan adanya organisasi, perjuangan kepentingan bersama menjadi kuat kedudukannya dalam menghadapi pihak lawan atau saingan, karena kekuatan-kekuatan yang kecil dan terpecah-pecah dapat dikonsolidasikan dalam satu front.Organisasi yang berkembang makin melembaga cenderung pula mengalami proses “depersonalisasi”. Orang dalam maupun orang laur sama-sama menyadari dan memperlakukan organisasi yang bersangkutan sebagai institusi, dan tidak dicampur-adukkannya dengan persoalan personal atau pribadi para individu yang kebetulan menjadi pengurusnya. Banyak organisasi, meskipun usianya sudah sangat tua, tetapi tidak terbangun suatu tradisi dimana urusan-urusan pribadi pengurusnya sama sekali terpisah dan dipisahkan dari urusan keorganisasian.Dalam hal demikian, berarti derajat pelembagaan organisasi tersebut sebagai institusi, masih belum kuat, atau lebih tegasnya belum terlembagakan sebagai organisasi yang kuat.Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif warga negara.
Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966. Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada pemilu 1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan secara resmi yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan golongan karya saja.

3.    Permasalahan Partai Politik
a.Permasalahan  dalam pelembagaan partai politik.
Tahap Pemilu yang dalam proses pencalonan anggota DPR (D). Tahap ini merupakan bagian internal partai politik peserta pemilu dalam menyiapkan calon-calon legislatif untuk dipersaingkan dalam pemilu. Meski demikian, pencalonan ini menarik perhatian publik karena sebagian caleg parpol itu akan menentukan kualitas kinerja DPR nasional maupun daerah (yang kini sedang terpuruk citranya karena berbagai skandal korupsi). Pencalonan juga penting bagi parpol karena caleg-caleg itu akan menjadi satu faktor untuk menarik simpati dan selanjutnya dukungan suara pemilih pada Pemilu. Maka, banyak parpol besar atau kecil, lama maupun baru, mengajukan atau menominasi tokoh-tokoh populer sebagai caleg-calegnya. Mereka bukan hanya artis, tetapi juga pemuka masyarakat di tingkat nasional maupun daerah.

b.Permasalahan dalam keterwakilan partai politik.
Perubahan sistem politik dari sistem otoriter Soeharto ke masa transisi sekarang, bisa kita lihat secara sederhana dengan adanya peningkatan jumlah parpol. Namun ironis, hal ini tidak mengubah kondisi riil rakyat bawah. Bisa dikatakan parpol telah gagal memenuhi kewajibannya untuk menyerap dan mengagregasi kepentingan masyarakat. Hal demikian ini menandakan kita berada dalam situasi demokrasi yang defisit (democratic deficit) Menurut (Schugurensky,2004),
 defisit demokrasi tumbuh sejak kepercayaan publik terhadap politisi dan institusi politik menurun, banyak partai dan wakil rakyat (representative in democracy system) yang kehilangan hubungan dengan yang diwakili (represent). Representasi pada akhirnya menjadi persoalan utama demokrasi yang sedang kita hadapi. Semakin tidak diakomodasinya persoalan representasi semakin besar masalah yang dihadapi demokrasi. Parpol sebagai salah satu institusi representasi telah secara sistematis dibajak oleh elite dan menjadikannya tidak representatif terhadap kepentingan rakyat banyak. Partai memang penting, namun kita harus realistis dengan mengatakan bahwa parpol yang ada sekarang merupakan bagian dari masalah keterwakilan.Dalam konteks ini, ide menyederhanakan jumlah parpol lewat RUU Parpol, untuk sementara perlu dikritisi. Kita tidak perlu terjebak dalam romantisme masa lalu bahwa dengan jumlah partai sedikit kondisi sosial-politik lebih stabil, yang pada kenyataannya koruptif. Yang harus dilakukan justru sebaliknya. Perlu bagi para pengambil kebijakan untuk membuka seluas-luasnya partisipasi rakyat dalam berpolitik. Bukan malah menutup rapat-rapat. Para pengambil kebijakan diharapkan mampu melihat hal ini secara jenial, bahwa dengan menutup pelan-pelan pintu partisipasi politik,maka demokrasi akan mati muda. Ini merupakan realita empirik yang terjadi di masyarakat. Seyogianya, yang diperlukan untuk mengatur sistem kepartaian adalah bagaimana menjamin representasi itu hadir dalam kehidupan parpol. Antara lain mengatur kewajiban relasi intensif antara perwakilan (representative) dengan yang diwakili (represent). Atau mendemokratiskan parpol dengan semacam konvensi yang fair dimana orang di luar kepengurusan partai mempunyai kesempatan ikut bertanding. Selain itu, perlu juga mengakomodasi secara nasional adanya parpol lokal seperti di Aceh. Langkah ini penting untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan daerah yang tidak terserap oleh parpol 'nasional' yang berpusat di Jakarta. Sehingga partai menjadi representasi nyata kepentingan masyarakat, tidak malah membelenggu dan mengisolasinya.

c.Permasalahan Pembatasan Partai Politik Peserta Pemilu Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat sekaligus merupakan arena kompetisi yang paling adil bagi partai politik sejauh mana telah melaksanakan fungsi dan perannya serta pertanggungjawaban atas kinerjanya selama ini kepada rakyat yang telah memilihnya. Rakyat berdaulat untuk menentukan dan memilih sesuai aspirasinya kepada partai politik mana yang dianggap paling dipercaya dan mampu melaksakanan aspirasinya.Partai politik sebagai peserta pemilu dinilai akuntabilitasnya setiap 5 (lima) tahun oleh rakyat secara jujur dan adil, sehingga eksistensi nya setiap 5 (lima) tahun diuji melalui pemilu. Pemilu merupakan sarana yang paling adil untuk menentukan partai politik mana yang masih tetap eksis dan paling berhak melanjutkan tugasnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Secara alamiah akan terjadi seleksi terhadap partai politik untuk dapat eksis baik sebagai peserta pemilu maupun keberadaannya di parlemen. Oleh karena itu, sebagai arena kompetisi yang adil, seharusnya pemilu hanya dapat diikuti oleh peserta yang dianggap kredible oleh rakyat, sehingga efektivitas kompetisi tersebut dapat dipelihara. Terlalu banyak konstentan yang ikut kompetisi, akan berpengaruh terhadap mutu kompetisi tersebut, apalagi jika standar kualitas kontestan tersebut sangat beragam. Sejauh mana pemilu sebagai arena kompetisi tersebut mampu menyeleksi partai politik peserta pemilu secara efektif, sangat tergantung dari, pertama, aturan main atau sistem kompetisinya dalam hal ini sistem pemilu yang diterapkan; kedua, jumlah dan informasi obyektif tentang kinerja partai politik sebagai peserta pemilu; ketiga, tingkat kedewasaan rakyat yang memilih; keempat, kredibilits penyelenggara pemilunya dalam hal ini KPU. Dalam konteks judul yang dibahas, penulis akan lebih memfokuskan pada butir kedua, dikaitkan dengan sejauhmana sistem multi partai yang sudah menjadi pilihan kita tersebut, harus mampu menciptakan akuntabilitas eksistensi partai politik dalam melaksanakan fungsi dan perannya. Sistem multi partai seperti apa dan bagaimana secara demokratis sistem itu dapat diwujudkan?


•Partai politik Dalam Sistem Multi Partai
Perubahan UUD 1945 telah menegaskan bahwa partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi memiliki fungsi yang sangat penting dalam rangka membangun kehidupan politik nasional. Bahkan, partai politik sebagai wahana demokrasi tak bisa diabaikan eksistensinya, karena rekrutmen kepemimpinan dan anggota lembaga kenegaraan nasional dan lokal di bidang eksekutif dan legislatif hanya dapat dilakukan melalui partai politik. Sejauh mana mutu kelembagaan negara tersebut sangat tergantung dari proses rekrutmen kader yang nantinya akan diusulkan oleh partai politik sebagai calon pemimpin dan anggota lembaga-lembaga negara tersebut. Prof. Miriam Budiardjo1 menerangkan, fungsi partai politik sebagai: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization), (iii) sarana rekrutmen politik (political recruitment), dan (iv) pengatur konflik (conlict management). Sedangkan Yves Meny and Andrew Knapp2 menegaskan fungsi parpol sebagai (i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns), (iii) sarana rekrutmen politik, dan (iv)sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.Sejak dibukanya kebebasan untuk mendirikan partai politik dinegara ini pada tahun 1998, partai politik tumbuh bagaikan jamur dimusim hujan. Saat ini sudah terdaftar lebih dari dua ratusan partai politik. Animo pendirian partai politik yang besar menunjukkan iklim demokrasi sudah berjalan. Pilihan terhadap sistem multipartai dalam demokrasi di negara kita, merupakan hal yang sudah benar, tinggal bagaimana mengatur agar banyaknya partai politik ini justru merupakan aset yang berharga untuk membangun demokrasi, bukan sebaliknya. Persoalannya, apakah semakin banyak partai politik akan lebih menjamin berlangsungnya kehidupan demokrasi yang lebih baik?Jawaban atas pertanyaan di atas adalah wacana yang deras mengedepan di ranah kepolitikan nasional menyangkut                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     persoalan penyederhanaan/pembatasan partai politik. Meminjam Editorial Media Indonesia, Rabu 6 September 2006 dengan tegas menyebutkan, alasan paling mengemuka dari diskursus ini adalah efektivitas dan efisiensi dalam menyalurkan aspirasi politik. Bahwa tanpa harus melanggar konstitusi, sistem representasi politik harus dibuat sesederhana mungkin, seefisien mungkin, sehingga negara tidak perlu boros biaya untuk mewadahi aspirasi politik rakyat dan demokrasi yang hendak diwujudkan tersebut tidak menjadi sesuatu yang counterproductive. Dan rakyat pun tidak perlu dibuat pusing saat memilih partai politik karena jumlah mereka terlalu banyak. Fakta menunjukkan bahwa dalam masa transisi politik, dimana tingkat kedewasaan berpolitik rakyat belum pada taraf ideal, maka semakin banyak partai politik akan semakin menumbuhkan suasana power struggling ditanah air. Persaingan yang terus menerus terjadi diantara partai politik yang banyak tersebut, telah membentuk citra bahwa partai politik hanya memikirkan dirinya dalam perebutan kekuasaan. Di mata rakyat, potret partai politik dalam perebutan kekuasaan sangat mengemuka, dibanding dengan perhatian partai politik terhadap rakyat. Semakin banyak partai politik, maka potret perebutan kekuasaan ini akan semakin menonjol.
Di masa reformasi kebebasan berpartai kembali dibuka dan tiba-tiba jumlah partai politik meningkat tajam sesuai dengan tingkat keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakat majemuk Indonesia. Sistem multi partai ini tentu sangat menyulitkan bagi penerapan sistem pemerintahan presidentil untuk bekerja efektif. Hal itu, terbukti dalam pemerintahan yang terbentuk di masa reformasi, mulai dari pemerintahan BJ. Habibie, pemerintahan Abdurrahman Wahid, dan pemerintahan Megawati sampai ke pemerintahan SBY jiilid 1 maupun jilid 2 dewasa ini.keperluan mengakomodasi kepentingan banyak partai politik untuk menjamin dukungan mayoritas di parlemen sangat menyulitkan efektifitas pemerintahan,termasuk pemerintahan SBY-Boediono yang ada sekarang.Partai politik di Indonesia pada umumnya belum terlalu mengakar kuat di dalam masyarakat. Adanya swing votores menunjukkan indikasi belum terlalu mengakarnya sebuah partai politik di Indonesia. Para pemilih belum melekatkan dirinya terhadap suatu partai, mereka masih bisa berpindah-pindah suatu saat dari satu partai ke partai lain.Di Indonesia sudah ada partai yang cukup mengakar di masyarakat
Jika partai-partai politik di Indonesia mengalami masalah dalam menghadapi persoalan demokratis, maka perlu dipikirkan tentang cara-cara untuk keluar dari keadaan yang merugikan demokrasi di Indonesia tersebut. Sudah pasti bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pihak-pihak yang menginginkan perubahan tidak sedikit. Namun, setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan halini.                                     
  Pertama, perlu ada reformasi internal partai politik. Adalah salah jika ada yang beranggapan bahwa manajemen partai politik adalah semata-mata urusan partai yang bersangkutan. Kunci eksistensi partai politik sesungguhnya berada legitimasi publik, sehingga akuntabilitas menjadi persyaratan yang penting untuk keberadaan sebuah partai politik. Tak mengherankan jika politik internal partai politik juga menjadi 'urusan' pemilih. Ada tiga ujung tombak reformasi internal partai politik:
(a) kemauan politik elite partai;
(b)kesadaran anggota; dan
(c)kesadaran publik pemilih
Kemauan politik elite partai sangat penting untuk reformasi internal partai politik. Gus Dur, misalnya, memberikan contoh kemauan elite politik yang 'baik' ketika memutuskan untuk 'tunduk' pada hasil voting yang bertentangan dengan keinginannya tentang reposisi Sekjen PKB, Syaifullah Yusuf, beberapa waktu yang lalu. Sikap tersebut, pada kasus ini, meruntuhkan mitos bahwa figur partai yang dihormati harus selalu dipatuhi. Kenyataan ini juga membuka pintu kesempatan untuk meningkatkan kesadaran anggota. Runtuhnya mitos tersebut dapat memperkuat kesadaran anggota atas hak-hak demokratisnya. Kesadaran anggota untuk mengedepankan demokrasi internal penting karena aktivitas keseharian anggota dapat berkontribusi pada penguatan demokrasi internal atau sebaliknya. Terakhir, adalah kesadaran publik (pemilih). Sensitivitas publik terhadap isu-isu demokrasi internal partai juga harus ditingkatkan. Publik (pemilih) harus memahami bahwa 'demokrasi internal' adalah juga merupakan isu politik yang harus 'dijual' oleh partai politik dalam pemilu. Kesadaran publik dapat berwujud dalam kritisisme di bilik suara. Publik dapat menolak untuk memilih(kembal partai) yang tidak demokratis.Kedua, pada saat yang bersamaan tekanan struktural untuk membatasi pilihan-pilihan elit partai juga harus diberlakukan. Tantangannya adalah menciptakan sebuah struktur yang membatasi, namun tidak menghilangkan kepentingan individu untuk mengartikulasikan kepentingannya di dalam sebuah partai politik. Dari perspektif yang demikian, tampaknya perlu ada revisi aturan perundangan untuk mendorong demokrasi internal partai politik.Meskipun aturan perundangan ini telah mengalami perbaikan yang cukup memadai, masih banyak ruang untuk perbaikan yang harus dilakukan. Misalnya, dalam UU Partai Politik maupun UU Pemilu masih belum ada pasal yang mendorong partai politik untuk secara kongkrit bertindak secara demokratis terhadap anggota/pemilih-nya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokrasi internal parpol menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan hubungan antara partai politik dengan grassroot secara kualitatif, dan akan meningkatkan peran partai politik di dalam demokrasi pada tingkat substansial.






D.DAFTAR PUSTAKA

Cyankz,Eez.(2011).Dinamika parpol indo dan permasalahannya.Diunduh 11 Januari 2011,from:http://Eezcyank.blogspot.com/2011/01.dinamika-partai-politik-indonesia.dan.html
Fathurohman,D.&Sobari,W.(2002).Pengantar Ilmu Politik.Universitas Muhamadiyah Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar