A.PENDAHULUAN
Karakter
warga negara yang baik merupakan tujuan universal yang ingin dicapai dari
pendidikan kewarganegaraan di negara-negara mana pun di dunia.Sebagai contoh,di
kanada pembentukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikan
kewarganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian.Dalam konteks
indonesia,di era orde baru pembentukan karakter warga negara tampak ditekankan
kepada mata pelajaran seperti pendidikan moral pancasila (PMP), maupun
pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) bahkan pendidikan sejarah
perjuangan bangsa (PSPB).Di era pasca orde baru,kebijakan pendidikan karakter
pun ada upaya untuk menitipkanya melalui pendidikan agama di samping pendidikan
kewarganegaraan.
Persoalan
apakah nilai-nilai pembangunan karakter yang di ajarkan dalam setiap mata
pelajaran harus bersifat ekplisit atau kah implisit saja,ini perlu dilakukan
agar dapat dipahami betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan di setiap
periode kehidupan bernegara di indonesia untuk membangun warga negara yang baik
meskipun dengan aksentuasi yang berbeda.
B.RINGKASAN ISI BAB
A. Pembangunan
Karakter Berbasis Pendidikan Kewarganegraan
Perkembangan pendidikan kewarganegaraan di indonesia
mengalami perubahan naik turun dari nama pelajaran,muatan,isi kurikulum,maupun
buku teks serta inivasi pembelajarannya.
Ada
beberapa konsep tentang pendidikan kewarganegaraan,Cogan (1998:5) mengartikan
pendidikan kewarganegaraan berperan penting sebagai penyiapan generasi muda
(siswa) untuk menjadi warga negara yang memiliki identitas dan kebangaan
nasional,serta memiliki pengetahuan dan kecakapan serta nilai-nilai yang
diprlukan untuk menjalankan hak dan kewajibannya.
Penelitian IEA terhadap implementasi pendidikan
kewarganegraan di 28 negara secara umum ditemukan bahwa komponen pendidikan
kewarganegaraan meliputi aspek civiv knowledge,civic engagement dan civic
attitudes serta konsep lainnya (Torney-purta,et.al,2001:179).
Pada
tahun 1990-an,pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara di pahami secara
berbeda-beda.Dari kajian Print (1999;2000) terhadap pelaksanaan pendidikan kewarganegraan
di asia dan pasifik,ditemukan ada yang menyebut pendidikan kewarganegaraan
sebagai civic education yang mencakup kajian tentang
pemerintahan,konstitusi,rule of law,serta hak dan tanggung jawab warga negara.Untuk
lainnya,pendidikan kewargenegaraan disebut dengan citizenship education dengan
cakupan dan penekanan meliputi proses demokrasi,parisipasi aktif warga negara
dan keterlibatan warga negara dalam suatu civil society.Namun kajian civic
education memasikan pembelajaran yang berhubungan dengan institusi-institusi
dan sistem yang melibatkan pemerintah,budaya politik,proses demokrasi,hak &
tanggung jawab warga negara,administrasi publik dan sistem peradilan (Print,
1999;2000).
B. Pembentukan
Karakter Warga Negara Era Orde Baru
Dalam kasus rezim orde baru di indonesia,pembentukan
karakter warga negara secara eksplisit dimuat dalam produk politik tertinggi
lembaga negara,MPR ,berupa GBHN yang pada gilirannya diterjemahkan ke dalam
produk policy operasional bidang pendidikan oleh kementrian pendidikan dalam
setiap kabinet pembangunan di bawah presiden soeharto.
Hal menarik dari tujuan pendidikan nasional selam
orde baru ialah bagaimana pendidikan nasional mampu melahirkan manusia-manusia
pembangunan,memiliki karakter diantaranya adalah:sehat jasmani dan
rohani,memiliki pengetahuan dan keterampilan,sikap demokrasi dan penuh dengan
tenggang rasa,cerdas,berbudi pekerti yang luhur,bekerja keras,inovatif dan
kreatif,berkepribadian,dll.
Selama
periode orde baru,pendidikan sebagai instrumen pembentukan karakter warga
negara menampakan wujudnya dalam standarisasi karakter warga negara.Standarisasi
itu mencerminkan civic virtues (kebijakan-kebijakan warga negara) yang
disajikan dalam mata pelajaran PMP dan atau PPKn denan memasukan tafsir
pancasila menurut P4 sebagai kontennya.Dibidang pendidikan,konsekuensi P4
sebagai keharusan pedoman atau arah tingkah laku warga negara sangat membebani
misi pendidikan kewarganegaraan dalam PMP maupun PPKn.
Dari
gambaran tersebut,nilai-nilai yang menjadi materi pokok buku pembelajaran PMP
dan PPKn berasal dari atas (rezim yang sedang berkuasa),bukan dari kehendak
masyarakat pendidikan (arus bawah).Konsekuensinya nilai-nilai yang menjadi
meteri pembelajaran pun cenderung distortif dan jauh dari aspirasi ilmiah
(keilmuan),sehingga PMP ataupun PPKn terkesan tidak jjauh beda dengan mata
pelajarab civics atau pun kewargaan negara pada masa rezim soekarno 1960an yang
cenderung indoktrinatif.
Di
indonesia pendidikan nilai yang mengejawantahkan civic virtues dalam proses
pembelajaran datang dari atas (top down) pengalaman indonesia tersebut
memperkuat anggapan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat kuat dipengaruhi
oleh kepentingan politik.
C. Pembentukan
Karakter Warga Negara Era Reformasi
Di masa transisi setelah ketetapan MPR tentang P4
dicabut pada sidang istimewa MPR November 1998,pendidikan kewarganegaraan
sebagaimana mata pelajaran lainnya pun mengalami reposisi dan revitalisasi.Reposisi
yang dimaksud ialah penyempurnaan beban pembelajaran dan struktur kurikulum
untuk semua satuan pendidikan.Revitalisasi tampak dengan digulirkanya kurikulum
berbasis kompetensi sebagai penganti model kurikulum sebelumnya yang sarat
dengan beban meteri pelajaran.
Kajian pendidikan kewarganegraan pada awal reformasi
di indonesia mulai diperkenalkan menjelang 2004 dikenal sebagai KBK .Oleh
banyak kalangan,pendidikan kewarganegaraan Dinilai sangat kering dengan muatan
nilai moral,khususnya nilai moral pancasila,namun sangat erat dengan kajian
konsep-konsep politik dan hukum.Cakupan substasi kajian dan kompetensi
kewarganegraan yang diharapkan dari PKN itu sendiri yaitu upaya pembentukan
warga negara yang baik (good citizen) dalam warga negara demokratis yang
bertanggung jawab dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan sistem politik
negaranya,direduksi hanya menjadi semata-mata menghapal nilai-nilai moral.
Mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan secara normatif dimaksudkan untuk
membentuk warga negara yang cerdas,terampil,dan berkarakter baik,serta setia kepada
bangsa dan negara indonesia berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945.Sedangkan
tujuan mata pelajaran PPKn ialah untuk membentuk kemampuan:
1. Berfikir
secara kritis,rasional,dan kreatif dalam menaggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi
secara cerdas dan bertanggung jawab.
3. Pembentukan
diri yang didasarkan karekter-karakter positif yang demokratis.
Secara
internal,perubahan politik melalui gerakan reformasi nasional telah mendorong
pembaharuan pendidikan kewarganegraan sebagai bagian dari gerakan reformasi
pendidikan nasional secara keseluruhan.Pilihan reformasi pendidikan
kewarganegaraan tidak semata-mata merubah paradigma kajian yang menekankan
kepada penguasaan subject matters yang dominan aspek afektif.Tetapi reformasi
berarti juga bergeser (berganti) kepada paradigma kajian yang menekankan kepada
penguasaan kompetensi kewarganegaraan bagi siswa meliputi aspek
pengetahuan,aspek keterampilan/kecakapan dan perilaku (Samsuri,2010).
D. Pengembangan
Karakter Warga Negara Demokratis
Bagaimanapun pada hakekatnya,pendidikan
kewarganegaraan di negara manapun di dunia,yang menjadi great ought-nya ialah
dasar sistem politik dari negara yang bersangkutan.Indonesia sudah pasti bahwa
dasar kehidupan berbangsa bernegaranya ialah pancasila,yang dengan sendirinya pendidikan
kewarganegaraan sebagai upaya pembentukan warga negara yang akan mendasarkan
diri kepada pancasila sebagai dasar negara.Sebagaimana diketahui P4 merupakan
materi pokok dari pendidikan kewarganegaraan selama orde baru.Penjelasan ini
memperlihatkan bahwa reformasi pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan
tidak dapat dilepaskan dari kepentingan politik nasional.Dengan demikian,sistem
politik sangat kuat mempengaruhi arah politik pendidikan.
(Samsuri,2010:204-205).
Mengikuti
rumusan john J.Patrick (1999),peran warga negara baik secara individual maupun
kelompok seperti di lembaga-lembaga kemasyarakatan,dalam perumusan dan
pengambilan keputusan untuk kebijakan
publik merupakan salah satu karakteristik dari sebuah negara demokrasi.Melalui
keterlibatan warga dalam partisipasi publik,warga negara mengembangkan
pengetahuan,kecakapan,kebijakan dan kebiasaan yang membuat demokrasi dapat
bekarja.
Pendekatan
contextual teaching and learning (CTL) atau dengan model portofolio merupakan
pilihan model pembelajaran yang sekarang sering dipilih sebagai model
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.Dalam model portofolio yang dalam
praktik merupakan penerjemahan model project citizen banyak melatih dan
menumbuhkan karakter warga negara tang ideal (demokratis).Nilai-nilai
demokratis,partisipatif,kerjasama,peduli dan peka terhadap persoalan publik di
sekitar siswa,serta belajar otentik terhadap persolan kewargaan dan publik
merupakan sesuatu yang dikembangkan dalam project citizen.
C.ANALISIS
Upaya pembentukan warga negara yang baik sebagaimana
diidealkan oleh tujuan pendidikan kewarganegaraan,di indonesia mengalami
berbagai bentuk penafsiran dalam setiap kebijakan pendidikan nasionalnya.Corak
pembentukan warga negara selam ORBA di nilai gagal melahirkan masyarakat yang
demokratis,mandiri, kritis dan partisipatif.Pembentukan karakter manusia
pembangunan sebagai upaya membangun insan pancasilais terkalahkan oleh realitas
kehidupan politik dan kehidupan kewargenegraan yang cenderung
korup,kolutif,nepotis.
Pembahasan kebijakan
pendidikan kewarganegraan pada awal era reformasi memperlihatkan bahwa sebgai
bagian reformasi pendidikan nasinal,pendidikan kewarganegaraan telah bergeser
dari pendekatan materi pendidikan nilai-nilai sebagaimana tampak dalam PMP dan
PPKn,kepada pendekatan kompetensi kewarganegaraan dan pendekatan
keilmuan.Pendekatan kompetensi kewarganegaraan berupaya membangun
kecakapan-kecakapan yang harapanya dimiliki peserta didik sebgai warga negara
muda yang kritis,rasional dan partisipatif.Pendekatan keilmuwan menjadikan
pendidikan kewarganegaraan memfokuskan diri kepada induk keilmuwan civics yaitu
ilmu politik.Implikasi pendekatan ini ialah bahwa pendidikan
kewarganegaraan sedapat mungkin
mendasrkan diri kepada kepentingan nilai-nilai sistem politik nasional,dan
bukannya bergantung kepada politik rezim.Dengan demikian,setiap perubahan dan
pembaharuan pendidikan kewarganegaraan seyogianya tidak bergantung kepada
perubahan rezim mana yang tengah berkuasa (Samsuri,2010:199-200).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar