Winnie The Pooh Glitter

Kamis, 29 November 2012

peraturan dasar pokok-pokok agraria


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
No. 5 Tahun 1960
tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
PERTAMA
BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
Pasal 1
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu
sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang
angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat 2
pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta
yang berada di bawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air tersebut ayat 4 dan 5
pasal ini.
Pasal 2
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang
dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan
ruang angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan
hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal ini
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerahdaerah
Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak-ulayat dan hak-hak
yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih
ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Pasal 4
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan
hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di
atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang
lebih tinggi.
Pasal 5
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,
dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang
ini dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatau dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Pasal 6
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 7
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenankan.
Pasal 8
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan
kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.
Pasal 9
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air
dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik
bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Pasal 10
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya
diwajibkan megerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan.
(2) Pelaksanaan daripada ketentuan dalam ayat 1 ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
Pasal 11
(1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa
serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai
tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat 3 dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan
orang lain yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat di mana perlu dan
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan
terhadap kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan
golongan yang ekonomis lemah.
Pasal 12
(1) Segala usaha bersama dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam
rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan
agraria.
Pasal 13
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa,
sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat
3 serta menjamin bagi setiap warganegara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat
manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi
dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat
diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial termasuk bidang
perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria.
Pasal 14
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3, pasal 9 ayat 2 serta pasal 10
ayat 1 dan 2 Pemeritah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya :
a. untuk keperluan Negara;
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain
kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan
dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 ini dan mengingat peraturan-peraturan yang
bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air
serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini berlaku setelah mendapat
pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari Gubernur Kepala
Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 15
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah
kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan
tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
BAB II
HAK-HAK ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA SERTA PENDAFTARAN TANAH
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan Umum
Pasal 16
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah :
a. hak milik,
b. hak guna usaha,
c. hak guna bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan
undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 ialah :
a. hak guna air,
b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c. hak guna ruang angkasa.
Pasal 17
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam
pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu
hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan
perundangan di dalam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat 2 pasal ini
diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang
membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini, yang akan ditetapkan dengan
peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.
Pasal 18
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut
cara yang diatur dengan Undang-undang.
Bagian II
Pendaftaran Tanah
Pasal 19
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat,
keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan
Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya-biaya tersebut.
Bagian III
Hak Milik
Pasal 20
(1) Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 21
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syaratsyaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena
pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara
Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya
hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak
milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara,
dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam
ayat 3 pasal ini.
Pasal 22
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hak milik terjadi karena :
a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
b. ketentuan undang-undang.
Pasal 23
(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain
harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 24
Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 25
Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 26
(1) Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain
yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing,
kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah
termaksud dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara,
dengan ketentuan, bahwa pihak-pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Pasal 27
Hak milik hapus bila :
a. tanahnya jatuh kepada Negara :
1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3. karena ditelantarkan;
4. karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2.
b. tanahnya musnah.
Bagian IV
Hak guna usaha
Pasal 28
(1) Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan.
(2) Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan
bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik
perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
(3) Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 29
(1) Hak guna usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.
(2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk
waktu paling lama 35 tahun.
(3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang
dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat di[erpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.
Pasal 30
(1) Yang dapat mempunyai hak guna usaha ialah :
a. warganegara Indonesia;
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat
sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi
syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka
waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan
diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
Hak guna usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan
serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 33
Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 34
Hak guna usaha hapus karena :
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. ditelantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.
Bagian V
Hak guna bangunan
Pasal 35
(1) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunanbangunannya,
jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20
tahun.
(3) Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 36
(1) Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah :
a. warganegara Indonesia;
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syaratsyarat
yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap
pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak
guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut,
maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan,
menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Hak guna bangunan terjadi :
a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara : karena penetapan pemerintah;
b. mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang
bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud
menimbulkan hak tersebut.
Pasal 38
(1) Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal
19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena
jangka waktunya berakhir.
Pasal 39
Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 40
Hak guna bangunan hapus karena :
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. ditelantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).
Bagian VI
Hak pakai
Pasal 41
(1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
(2) Hak pakai dapat diberikan :
a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang
tertentu;
b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
(3) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Pasal 42
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
a. warga negara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal 43
(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan
kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
(2) Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan
dalam perjanjian yang bersangkutan.
Bagian VII
Hak sewa untuk bangunan
Pasal 44
(1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak
mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada
pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :
a. satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang
mengandung unsur-unsur pemerasan.
Pasal 45
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :
a. warganegara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwalikan di Indonesia.
Bagian VIII
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
Pasal 46
(1) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara
Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh
hak milik atas tanah itu.
Bagian IX
Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
Pasal 47
(1) Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu di
atas tanah orang lain.
(2) Hak guna air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian X
Hak guna ruang angkasa
Pasal 48
(1) Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur
dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
(2) Hak guna ruang angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XI
Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
Pasal 49
(1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam
bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan
memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam pasal 14 dapat
diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XII
Ketentuan-ketentuan lain
Pasal 50
(1) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang-undang.
(2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan
hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 51
Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan
tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan Undang-undang.
BAB III
KETENTUAN PIDANA
Pasal 52
(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 15 dipidana dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-.
(2) Peraturan Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam pasal 19, 22, 24, 26 ayat
1, 46, 47, 48, 49 ayat 3 dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran
peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya
Rp. 10.000,-.
(3) Tindak pidana dalam ayat 1 dan 2 pasal ini adalah pelanggaran.
BAB IV
KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
(1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang diamksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak
gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi
sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan
hapusnya di dalam waktu yang singkat.
(2) Ketentuan dalam pasal 52 ayat 2 dan 3 berlaku terhadap peraturan-peraturan yang dimaksud
dalam ayat 1 pasal ini.
Pasal 54
Berhubung dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 21 dan 26, maka jika seseorang yang disamping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok telah
menyatakan menolak kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok itu yang disahkan menurut
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, ia dianggap hanya berkewarnegaraan Indonesia
saja menurut pasal 21 ayat 1.
Pasal 55
(1) Hak-hak asing yang menurut Ketentuan Konversi pasal I, II, III, IV, dan V dijadikan hak guna usaha
dan hak guna bangunan hanya berlaku untuk sementara selama sisa waktu hak-hak tersebut, dengan
jangka waktu paling lama 20 tahun.
(2) Hak guna usaha dan hak guna bangunan hanya terbuka kemungkinannya untuk diberikan kepada
badan-badan hukum yang untuk sebagian atau seluruhnya bermodal asing, jika hal itu diperlukan oleh
undang-undang yang mengatur pembangunan nasional semesta berencana.
Pasal 56
Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat 1 belum terbentuk,
maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan
lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang
dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
Pasal 57
Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka
yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S. 1908-542 sebagai yang telah diubah
dengan S. 1937-190.
Pasal 58
Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka
peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai
berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.
KEDUA
KETENTUAN-KETENTUAN KONVERSI
Pasal 1
(1) Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini sejak saat tersebut
menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam
pasal 21.
(2) Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara Asing, yang dipergunakan untuk keperluan rumah
kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini
menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1, yang akan berlangsung selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan tersebut di atas.
(3) Hak eigendom kepunyaan orang asing, seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh
Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 sejak mulai berlakunya Undang-undang ini
menjadi hak guna bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 dengan jangka waktu 20 tahun.
(4) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 1 pasal ini dibebani dengan hak erfpacht, maka hak opstal
dan hak erfpacht itu sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak guna bangunan tersebut
dalam pasal 35 ayat 1, yang membebani hak milik yang bersangkutan selama sisa waktu hak opstal
atau hak erfpacht tersebut di atas, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
(5) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 3 pasal ini dibebani dengan hak opstal atau hak erfpacht,
maka hubungan antara yang mempunyai hak eigendom tersebut dan pemegang hak opstal atau hak
erfpacht selanjutnya diselesaikan menurut pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.
(6) Hak-hak hypotheek, servituut, vruchtgebruik dan hak-hak lain yang membebani hak eigendom
tetap membebani hak milik dan hak guna bangunan tersebut dalam ayat 1 dan 3 pasal ini, sedang
hak-hak tersebut menjadi suatu hak menurut Undang-undang ini.
Pasal II
(1) Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud
dalam pasal 20 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai
berlakunya Undang-undang ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas
druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant Sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak
usaha atas bekas tanah partikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan
lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut
dalam pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut
dalam pasal 21.
(2) Hak-hak tersebut dalam ayat 1 kepunyaan orang asing, warganegara yang disamping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan hukum yang tidak
ditunjuk oleh Pemerintah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 menjadi hak guna usaha
atau hak guna bangunan sesuai dengan peruntukan tanahnya, sebagai yang akan ditegaskan lebih
lanjut oleh Menteri Agraria.
Pasal III
(1) Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini,
sejak saat tersebut menjadi hak guna usaha tersebut dalam pasal 28 ayat 1 yang akan berlangsung
selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
(2) Hak erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat
tersebut hapus dan selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh
Menteri Agraria.
Pasal IV
(1) Pemegang concessie dan sewa untuk perusahaan kebun besar dalam jangka waktu satu tahun
sejak mulai berlakunya Undang-undang ini harus mengajukan permintaan kepada Menteri Agraria,
agar haknya diubah menjadi hak guna usaha.
(2) Jika sesudah jangka tersebut lampau permintaan itu tidak diajukan, maka concessie dan sewa
yang bersangkutan berlangsung terus selama sisa waktunya, tetapi paling lama lima tahun dan
sesudah itu berakhir dengan sendirinya.
(3) Jika pemegang hak concessie atau sewa mengajukan permintaan termaksud dalam ayat 1 pasal
ini tetapi tidak bersedia menerima syarat-syarat yang ditentukan oleh Menteri Agraria, ataupun
permintaannya itu ditolak oleh Menteri Agraria, maka concessie atau sewa itu berlangsung terus
selama sisa waktunya, tetapi paling lama lima tahun dan sesudah itu berakhir dengan sendirinya.
Pasal V
Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini,
sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 yang berlangsung
selama sisa waktu hak opstal dan erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
Pasal VI
Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud
dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai
berlakunya Undang-undang ini, yaitu : hak vruchtgerbruik, gebruik, grant controleur, bruikleen,
ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hak-hak lain dengan nama apapun
juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang
ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1, yang memberi wewenang dan kewajiban
sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya Undang-undang ini,
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
Pasal VII
(1) Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap yang ada pada mulai berlakunya Undangundang
ini menjadi hak milik tersebut pada pasal 20 ayat 1.
(2) Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang tidak bersifat tetap menjadi hak pakai tersebut pada
pasal 41 ayat 1, yang memberi wewenang dan kewajiban sebagai yang dipunyai oleh pemegang
haknya pada mulai berlakunya Undang-undang ini.
(3) Jika ada keragu-raguan apakah sesuatu hak gogolan, pekulen atau sanggan bersifat tetap atau
tidak tetap, maka Menteri Agrarialah yang memutuskan.
Pasal VIII
(1) Terhadap hak guna bangunan tersebut pada pasal 1 ayat 3 dan 4, pasal II ayat 2 dan pasal V
berlaku ketentuan dalam pasal 36 ayat 2.
(2) Terhadap hak guna usaha tersebut pasal II ayat 2, pasal III ayat 1 dan 2 dan pasal IV ayat 1
berlaku ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.
Pasal IX
Hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal di atas diatur
lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
KETIGA
Perubahan susunan pemerintahan desa untuk menyelanggarakan perombakan hukum agraria
menurut Undang-undang ini akan diatur tersendiri.
KEEMPAT
A. Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang
masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara.
B. Hal-hal yang bersangkutan dengan ketentuan dalam huruf A di atas diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
KELIMA
Undang-undang ini dapat disebut Undang-Undang Pokok Agraria dan mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini
dengan penetapan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 24 September 1960
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
(Sukarno)
Diundangkan
pada tanggal 24 September 1960
SEKRETARIS NEGARA
ttd
(Tamzil)

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA MEMBANGUN KARAKTER WARGA NEGARA DEMOKRATIS


A.PENDAHULUAN

Karakter warga negara yang baik merupakan tujuan universal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan di negara-negara mana pun di dunia.Sebagai contoh,di kanada pembentukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikan kewarganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian.Dalam konteks indonesia,di era orde baru pembentukan karakter warga negara tampak ditekankan kepada mata pelajaran seperti pendidikan moral pancasila (PMP), maupun pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) bahkan pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB).Di era pasca orde baru,kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk menitipkanya melalui pendidikan agama di samping pendidikan kewarganegaraan.
Persoalan apakah nilai-nilai pembangunan karakter yang di ajarkan dalam setiap mata pelajaran harus bersifat ekplisit atau kah implisit saja,ini perlu dilakukan agar dapat dipahami betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan di setiap periode kehidupan bernegara di indonesia untuk membangun warga negara yang baik meskipun dengan aksentuasi yang berbeda.


B.RINGKASAN ISI BAB

A.    Pembangunan Karakter Berbasis Pendidikan Kewarganegraan

Perkembangan pendidikan kewarganegaraan di indonesia mengalami perubahan naik turun dari nama pelajaran,muatan,isi kurikulum,maupun buku teks serta inivasi pembelajarannya.
Ada beberapa konsep tentang pendidikan kewarganegaraan,Cogan (1998:5) mengartikan pendidikan kewarganegaraan berperan penting sebagai penyiapan generasi muda (siswa) untuk menjadi warga negara yang memiliki identitas dan kebangaan nasional,serta memiliki pengetahuan dan kecakapan serta nilai-nilai yang diprlukan untuk menjalankan hak dan kewajibannya.
Penelitian IEA terhadap implementasi pendidikan kewarganegraan di 28 negara secara umum ditemukan bahwa komponen pendidikan kewarganegaraan meliputi aspek civiv knowledge,civic engagement dan civic attitudes serta konsep lainnya (Torney-purta,et.al,2001:179).
Pada tahun 1990-an,pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara di pahami secara berbeda-beda.Dari kajian Print (1999;2000) terhadap pelaksanaan pendidikan kewarganegraan di asia dan pasifik,ditemukan ada yang menyebut pendidikan kewarganegaraan sebagai civic education yang mencakup kajian tentang pemerintahan,konstitusi,rule of law,serta hak dan tanggung jawab warga negara.Untuk lainnya,pendidikan kewargenegaraan disebut dengan citizenship education dengan cakupan dan penekanan meliputi proses demokrasi,parisipasi aktif warga negara dan keterlibatan warga negara dalam suatu civil society.Namun kajian civic education memasikan pembelajaran yang berhubungan dengan institusi-institusi dan sistem yang melibatkan pemerintah,budaya politik,proses demokrasi,hak & tanggung jawab warga negara,administrasi publik dan sistem peradilan (Print, 1999;2000).

B.     Pembentukan Karakter Warga Negara Era Orde Baru

Dalam kasus rezim orde baru di indonesia,pembentukan karakter warga negara secara eksplisit dimuat dalam produk politik tertinggi lembaga negara,MPR ,berupa GBHN yang pada gilirannya diterjemahkan ke dalam produk policy operasional bidang pendidikan oleh kementrian pendidikan dalam setiap kabinet pembangunan di bawah presiden soeharto.
Hal menarik dari tujuan pendidikan nasional selam orde baru ialah bagaimana pendidikan nasional mampu melahirkan manusia-manusia pembangunan,memiliki karakter diantaranya adalah:sehat jasmani dan rohani,memiliki pengetahuan dan keterampilan,sikap demokrasi dan penuh dengan tenggang rasa,cerdas,berbudi pekerti yang luhur,bekerja keras,inovatif dan kreatif,berkepribadian,dll.
Selama periode orde baru,pendidikan sebagai instrumen pembentukan karakter warga negara menampakan wujudnya dalam standarisasi karakter warga negara.Standarisasi itu mencerminkan civic virtues (kebijakan-kebijakan warga negara) yang disajikan dalam mata pelajaran PMP dan atau PPKn denan memasukan tafsir pancasila menurut P4 sebagai kontennya.Dibidang pendidikan,konsekuensi P4 sebagai keharusan pedoman atau arah tingkah laku warga negara sangat membebani misi pendidikan kewarganegaraan dalam PMP maupun PPKn.
Dari gambaran tersebut,nilai-nilai yang menjadi materi pokok buku pembelajaran PMP dan PPKn berasal dari atas (rezim yang sedang berkuasa),bukan dari kehendak masyarakat pendidikan (arus bawah).Konsekuensinya nilai-nilai yang menjadi meteri pembelajaran pun cenderung distortif dan jauh dari aspirasi ilmiah (keilmuan),sehingga PMP ataupun PPKn terkesan tidak jjauh beda dengan mata pelajarab civics atau pun kewargaan negara pada masa rezim soekarno 1960an yang cenderung indoktrinatif.
Di indonesia pendidikan nilai yang mengejawantahkan civic virtues dalam proses pembelajaran datang dari atas (top down) pengalaman indonesia tersebut memperkuat anggapan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat kuat dipengaruhi oleh kepentingan politik.


C.     Pembentukan Karakter Warga Negara Era Reformasi

Di masa transisi setelah ketetapan MPR tentang P4 dicabut pada sidang istimewa MPR November 1998,pendidikan kewarganegaraan sebagaimana mata pelajaran lainnya pun mengalami reposisi dan revitalisasi.Reposisi yang dimaksud ialah penyempurnaan beban pembelajaran dan struktur kurikulum untuk semua satuan pendidikan.Revitalisasi tampak dengan digulirkanya kurikulum berbasis kompetensi sebagai penganti model kurikulum sebelumnya yang sarat dengan beban meteri pelajaran.
Kajian pendidikan kewarganegraan pada awal reformasi di indonesia mulai diperkenalkan menjelang 2004 dikenal sebagai KBK .Oleh banyak kalangan,pendidikan kewarganegaraan Dinilai sangat kering dengan muatan nilai moral,khususnya nilai moral pancasila,namun sangat erat dengan kajian konsep-konsep politik dan hukum.Cakupan substasi kajian dan kompetensi kewarganegraan yang diharapkan dari PKN itu sendiri yaitu upaya pembentukan warga negara yang baik (good citizen) dalam warga negara demokratis yang bertanggung jawab dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan sistem politik negaranya,direduksi hanya menjadi semata-mata menghapal nilai-nilai moral.
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan secara normatif dimaksudkan untuk membentuk warga negara yang cerdas,terampil,dan berkarakter baik,serta setia kepada bangsa dan negara indonesia berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945.Sedangkan tujuan mata pelajaran PPKn ialah untuk membentuk kemampuan:
1.      Berfikir secara kritis,rasional,dan kreatif dalam menaggapi isu kewarganegaraan.
2.      Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab.
3.      Pembentukan diri yang didasarkan karekter-karakter positif yang demokratis.
Secara internal,perubahan politik melalui gerakan reformasi nasional telah mendorong pembaharuan pendidikan kewarganegraan sebagai bagian dari gerakan reformasi pendidikan nasional secara keseluruhan.Pilihan reformasi pendidikan kewarganegaraan tidak semata-mata merubah paradigma kajian yang menekankan kepada penguasaan subject matters yang dominan aspek afektif.Tetapi reformasi berarti juga bergeser (berganti) kepada paradigma kajian yang menekankan kepada penguasaan kompetensi kewarganegaraan bagi siswa meliputi aspek pengetahuan,aspek keterampilan/kecakapan dan perilaku (Samsuri,2010).


D.    Pengembangan Karakter Warga Negara Demokratis

Bagaimanapun pada hakekatnya,pendidikan kewarganegaraan di negara manapun di dunia,yang menjadi great ought-nya ialah dasar sistem politik dari negara yang bersangkutan.Indonesia sudah pasti bahwa dasar kehidupan berbangsa bernegaranya ialah pancasila,yang dengan sendirinya pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya pembentukan warga negara yang akan mendasarkan diri kepada pancasila sebagai dasar negara.Sebagaimana diketahui P4 merupakan materi pokok dari pendidikan kewarganegaraan selama orde baru.Penjelasan ini memperlihatkan bahwa reformasi pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan tidak dapat dilepaskan dari kepentingan politik nasional.Dengan demikian,sistem politik sangat kuat mempengaruhi arah politik pendidikan. (Samsuri,2010:204-205).
Mengikuti rumusan john J.Patrick (1999),peran warga negara baik secara individual maupun kelompok seperti di lembaga-lembaga kemasyarakatan,dalam perumusan dan pengambilan  keputusan untuk kebijakan publik merupakan salah satu karakteristik dari sebuah negara demokrasi.Melalui keterlibatan warga dalam partisipasi publik,warga negara mengembangkan pengetahuan,kecakapan,kebijakan dan kebiasaan yang membuat demokrasi dapat bekarja.
Pendekatan contextual teaching and learning (CTL) atau dengan model portofolio merupakan pilihan model pembelajaran yang sekarang sering dipilih sebagai model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.Dalam model portofolio yang dalam praktik merupakan penerjemahan model project citizen banyak melatih dan menumbuhkan karakter warga negara tang ideal (demokratis).Nilai-nilai demokratis,partisipatif,kerjasama,peduli dan peka terhadap persoalan publik di sekitar siswa,serta belajar otentik terhadap persolan kewargaan dan publik merupakan sesuatu yang dikembangkan dalam project citizen.


C.ANALISIS

Upaya pembentukan warga negara yang baik sebagaimana diidealkan oleh tujuan pendidikan kewarganegaraan,di indonesia mengalami berbagai bentuk penafsiran dalam setiap kebijakan pendidikan nasionalnya.Corak pembentukan warga negara selam ORBA di nilai gagal melahirkan masyarakat yang demokratis,mandiri, kritis dan partisipatif.Pembentukan karakter manusia pembangunan sebagai upaya membangun insan pancasilais terkalahkan oleh realitas kehidupan politik dan kehidupan kewargenegraan yang cenderung korup,kolutif,nepotis.
Pembahasan kebijakan pendidikan kewarganegraan pada awal era reformasi memperlihatkan bahwa sebgai bagian reformasi pendidikan nasinal,pendidikan kewarganegaraan telah bergeser dari pendekatan materi pendidikan nilai-nilai sebagaimana tampak dalam PMP dan PPKn,kepada pendekatan kompetensi kewarganegaraan dan pendekatan keilmuan.Pendekatan kompetensi kewarganegaraan berupaya membangun kecakapan-kecakapan yang harapanya dimiliki peserta didik sebgai warga negara muda yang kritis,rasional dan partisipatif.Pendekatan keilmuwan menjadikan pendidikan kewarganegaraan memfokuskan diri kepada induk keilmuwan civics yaitu ilmu politik.Implikasi pendekatan ini ialah bahwa pendidikan kewarganegaraan  sedapat mungkin mendasrkan diri kepada kepentingan nilai-nilai sistem politik nasional,dan bukannya bergantung kepada politik rezim.Dengan demikian,setiap perubahan dan pembaharuan pendidikan kewarganegaraan seyogianya tidak bergantung kepada perubahan rezim mana yang tengah berkuasa (Samsuri,2010:199-200).